Rabu, 27/11/2024 07:43 WIB

MKMK Ingatkan Hakim Konstitusi Hati-hati Tangani Sengketa Pemilu

MK tengah menjadi sorotan publik imbas dari putusan syarat usia minimal capres-cawapres

Gedung Mahkamah Konstitusi

Jakarta, Jurnas.com - Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) dan para hakim konstitusi menggelar pertemuan tertutup di Ruang Delegasi, Gedung I MK pada Selasa sore, 5 Maret 2024.

Pertemuan itu telah dikonfirmasi oleh Ketua MKMK I Dewa Gede Palguna. Ia mengatakan tugas MKMK sebagaimana disebutkan dalam undang-undang adalah untuk menjaga dan menegakkan harkat, kehormatan, keluhuran, martabat, kode etik dan perilaku hakim.

MKMK menerjemahkan hal itu ke dalam dua aspek, yakni menjaga (preventif) dan menegakkan (represif-kuratif). Menurut Palguna, pertemuan itu dalam rangka aspek yang pertama alias menjaga.

Palguna menyebut MKMK bertukar pandangan dengan para hakim terkait posisi MK yang saat ini tengah berada dalam sorotan publik. Hal itu imbas dari Putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023 soal syarat usia minimal capres-cawapres.

"Semua hakim sadar betul akan hal itu. Makanya kemarin saya berseloroh, kami (MKMK) ibaratnya membangunkan orang yang sudah terjaga," ujar Palguna dalam keterangannya, dikutip Kamis 7 Maret 2024.

Dia juga mengungkap Hakim Konstitusi Anwar Usman tak hadir dalam pertemuan tersebut. Palguna mengatakan jika Anwar Usaman sedang sakit.

"Menurut keterangan dari MK, beliau (Anwar Usman) sejak pagi sudah tidak hadir karena sakit," kata Palguna.

Selain itu, petemuan tersebut turut membahas posisi Hakim Konstitusi Arsul Sani dalam proses penanganan perkara sengketa atau Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pemilu 2024.

Arsul yang merupakan mantan anggota DPR Fraksi PPP itu menjadi hakim MK yang baru dilantik awal 2024. Dia adalah hakim yang diusulkan oleh DPR.

Menurut Palguna, keberatan terkait Arsul untuk turut serta menangani sengketa Pilpres merupakan imbas negatif dari Putusan 90. Hal ini bertalian dengan kepercayaan publik terhadap MK usai putusan tersebut.

MK menjadi sorotan publik usai mengabulkan permohonan syarat usia minimal capres-cawapres yang pada akhrinya membuka jalan bagi Gibran Rakabuming Raka, yang juga merupakan anak Presiden Joko Widodo (Jokowi), maju sebagai cawapres dalam Pilpres 2024.

Selain itu, Anwar Usman juga berstatus sebagai paman Gibran. Anwar diputus melanggar kode etik dan dijatuhi sanksi berat berupa pencopotan dari posisi Ketua MK dan dilarang menangani perkara sengketa pemilu.

"Perihal Pak Arsul, jika kita jujur, itu kan juga imbas negatif dari Putusan 90, sehingga hal-hal yang dulu (misalnya Pemilu 2014, Pemilu 2019) tak ada masalah dalam soal itu, sekarang jadi soal yang bagi publik dianggap sensitif. Terhadap soal itu, kemarin pak Arsul pun menyampaikannya kepada MKMK," tuturnya.

Menurut Palguna, MKMK mengingatkan bahwa sikap kehati-hatian itu sangat bagus dan memang penting dilakukan. Namun, jangan sampai hal tersebut membuat jumlah hakim tidak cukup untuk memutus perkara sengketa tersebut.

"Tapi ingat, jangan sampai karena soal itu, MK tidak bisa memutus karena kuorum tak terpenuhi dan hal itu sebaiknya dibicarakan dalam RPH (rapat permusyawaratan hakim),"

Menurut MKMK hal yang lebih penting dalam penanganan perkara sengketa ialah proses ketika MK memeriksa perkara tersebut.

Palguna turut menyinggung kode etik Hakim Konstitusi Sapta Karsa Hutama yang mengatakan bahwa keadilan bukan hanya harus ditegakkan tetapi harus terlihat bahwa ia ditegakkan.

"Artinya, sikap independen, imparsial, cermat dan sebagainya itu bukan hanya harus tertuang dalam putusan tetapi juga tercermin ketika memeriksa permohonan di persidangan," jelasnya.

Lebih lanjut, Palguna turut menyoroti sejumlah perubahan positif yang terjadi di badan MK.

"Ada perubahan positif besar di MK yang selama ini "tertutup" oleh sorotan negatif terhadap MK," kata Palguna.

Palguna merinci diantara adalah sekarang RPH hakim MK telah dimulai pada pukul 08.00 WIB. Lalu, pelaksanaan sidang disebut tidak pernah terlambat. Ia juga menyebut tak jarang sampai ada tiga kali sidang pleno dalam satu hari.

Selain itu, para hakim juga diwajibkan untuk membuat legal opinion sebanyak tiga kali. "Sekarang tiap-tiap hakim wajib tiga kali membuat legal opinion (satu di awal, saat permohonan diterima; dua, di tengah, saat perkara dalam pendalaman; tiga, sikap akhir saat perkara telah selesai disidangkan)," terang Palguna.

"Jangan pula diabaikan jumlah dan kecepatan dalam memutus yang juga meningkat sangat signifikan. MKMK sangat tidak fair jika tidak memberi apresiasi terhadap hal ini," imbuh dia

KEYWORD :

Mahkamah Konstitusi Sengketa Pemilu MKMK




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :